2.995 Pegawai Honorer di Pelalawan Terancam Diberhentikan

Riausindo, PELALAWAN – Sebanyak 2.995 pegawai honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan, Riau, menghadapi ketidakpastian nasib mereka di tahun 2025. Pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) ini dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu sesuai aturan yang berlaku.

Kondisi ini muncul setelah adanya keputusan pemerintah pusat untuk menghapus status tenaga honorer di seluruh daerah pada tahun ini. Persoalan tersebut menjadi perhatian serius dan dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Pelalawan bersama Badan Kepegawaian Pengembangan dan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) di Gedung DPRD pada Senin (20/1/2025).

Rapat yang dipimpin Ketua Komisi II DPRD, Abdul Nasib, dihadiri anggota dewan lainnya, termasuk Tengku Khairil, Asnol Mubarack, Lutfi, dan Sunardi, serta Kepala BKPSDM Pelalawan, Darlis. Dalam diskusi itu, terungkap bahwa 2.995 pegawai honorer dari berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terancam diberhentikan karena tidak masuk dalam pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) atau belum memenuhi masa kerja minimal dua tahun.

Menurut Darlis, pegawai honorer ini dibagi menjadi tiga klaster.

Klaster Pertama: Pegawai non-ASN yang sudah bekerja minimal dua tahun dan mengikuti seleksi PPPK tahap II.

Klaster Kedua: Honorer yang masa kerjanya kurang dari dua tahun dan tidak memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi PPPK.

Klaster Ketiga: Pegawai yang bekerja sebagai petugas kebersihan, sopir, dan tenaga keamanan yang tidak memiliki formasi dalam penerimaan PPPK.

“Honorer yang datanya sudah masuk dalam database BKN sebanyak 3.052 orang. Mereka akan diangkat menjadi PPPK paruh waktu,” jelas Darlis.

Sementara itu, pegawai honorer yang tidak memenuhi syarat berpotensi kehilangan pekerjaan karena nomenklatur pembayaran gaji mereka tidak lagi diperbolehkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Anggota DPRD, Asnol Mubarack, menyatakan kekhawatirannya atas dampak sosial dan ekonomi yang akan muncul jika ribuan pegawai honorer diberhentikan. Sebagian besar dari mereka adalah tulang punggung keluarga yang bergantung pada gaji sebagai honorer.

“Jika mereka dirumahkan, tidak hanya perekonomian keluarga yang terdampak, tetapi juga potensi gelombang protes dari masyarakat. Kita harus mempertimbangkan sisi kemanusiaan,” ujar Asnol.

Ketua Komisi II DPRD, Abdul Nasib, menegaskan bahwa pihaknya akan mengupayakan solusi terbaik bagi para pegawai honorer ini. DPRD dan BKPSDM sepakat untuk berkonsultasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) serta BKN guna membahas kebijakan yang lebih inklusif.

“Ini warga kita. Kami akan perjuangkan nasib mereka agar mendapatkan solusi terbaik, baik melalui revisi kebijakan maupun opsi lainnya,” tegas Abdul Nasib.

Darlis menambahkan bahwa Pemkab Pelalawan masih melakukan evaluasi terhadap kinerja dan absensi tenaga honorer, yang menjadi dasar dalam menentukan langkah ke depan. “Kami berterima kasih kepada DPRD yang ikut andil dalam mencari jalan keluar untuk persoalan ini,” pungkasnya.

Dengan nasib ribuan pegawai honorer yang belum jelas, langkah-langkah strategis diperlukan untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan. Keputusan akhir diharapkan dapat memberikan keadilan, sekaligus menjaga stabilitas sosial dan ekonomi masyarakat Pelalawan.*** EL
 



[Ikuti Terus RiauSindo Melalui Sosial Media]