Surat Terbuka Wulan Junaini: Diduga Korban Pelecehan Seksual Pertanyakan Integritas Satgas PPKS UIR

Riausindo, PEKANBARU- Keberadaan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Islam Riau (Satgas PPKS UIR) dipertanyakan oleh Wulan Junaini, korban kekerasan seksual yang merasa kasusnya tidak ditangani secara transparan.
Wulan menyampaikan surat terbuka ini sebagai respons atas ketidakpuasan terhadap kinerja Satgas PPKS UIR, terutama setelah laporannya yang disampaikan pada 26 Agustus 2024 tidak memperoleh penanganan yang sesuai dengan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Dalam suratnya, Wulan mengungkapkan kekecewaannya atas kurangnya transparansi dalam proses penanganan kasusnya. Ia merasa Satgas PPKS UIR tidak memberikan informasi yang memadai terkait langkah-langkah yang diambil, mulai dari pertemuan pertama yang tak terduga hingga tidak adanya kejelasan mengenai hasil investigasi yang telah dilakukan.
"Saya sama sekali tidak diberitahu bahwa pada hari itu akan ada pemeriksaan,"ungkap Wulan, mengingat pertemuan yang terjadi empat hari setelah laporannya diajukan. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Satgas juga dinilainya tidak berfokus pada inti masalah kekerasan seksual yang ia alami, melainkan justru menyudutkannya sebagai korban.
Pertanyaan seperti "Apakah korban anak malam?", "Apakah korban sering gonta-ganti pacar? , dan "Apakah korban berpakaian seksi?" menunjukkan pola pemeriksaan yang tidak sesuai dengan Pasal 41 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021, yang mengatur bahwa proses pemeriksaan harus fokus pada peristiwa kekerasan seksual tanpa menyalahkan korban.
Lebih lanjut, Wulan menyoroti sikap Satgas PPKS UIR yang tampaknya tidak independen dalam menangani kasusnya. Ia menyebutkan bahwa oknum dekan yang dilaporkan sebagai pelaku kekerasan seksual masih berstatus sebagai "terduga" dan tidak dibatasi gerak-geriknya, bahkan diduga mengintimidasi korban secara langsung maupun tidak langsung.
"Yang paling ironis adalah, saksi dalam kasus ini justru didampingi oleh kuasa hukum dari pihak terlapor selama proses pemeriksaan di kepolisian," jelas Wulan. Hal ini memperkuat kecurigaannya bahwa pemeriksaan tidak dilakukan secara objektif.
Dalam pertemuan terakhir pada 6 September 2024, Wulan kembali menanyakan hasil dari investigasi Satgas PPKS UIR. Namun, hingga saat ini, ia masih belum menerima kejelasan terkait hasil penanganan laporannya. Hal ini jelas bertentangan dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, di mana korban berhak atas informasi lengkap terkait proses dan hasil penanganan, perlindungan, serta pemulihan.
Wulan menutup surat terbukanya dengan harapan agar instansi terkait dapat membuka mata terhadap kasus ini dan mengawal proses hukum sesuai dengan amanat Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Ia juga berpesan kepada mahasiswa agar berani bersuara jika mengalami kekerasan seksual di lingkungan kampus.
"Jangan takut untuk bersuara. Orang tua kita sudah berjuang keras agar kita bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Jangan sampai kita diam ketika tempat kita belajar tidak lagi aman dari kejahatan seksual," tulisnya.
Sebagai penutup, Wulan menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang terus mendukungnya serta doa untuk keluarganya. "Kepada Allah SWT saya memohon ampunan, semoga langkah saya diridhoi, amin," tutupnya penuh harap. *** ( TRS)
Tulis Komentar