Tragedi Bocah 8 Tahun di Indragiri Hulu, Autopsi Ungkap Fakta Mengejutkan

PEKANBARU,(Riausindo.com) — Sebuah tragedi memilukan mengguncang Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Seorang anak laki-laki KB (8) ditemukan meninggal dunia secara tragis pada Senin, 20 Mei 2025.
Peristiwa ini segera memicu penyelidikan intensif oleh pihak kepolisian dari Polres Indragir Hulu setelah muncul dugaan kuat bahwa korban mengalami tindak penganiayaan sebelum meninggal dunia.
Direktur Kriminal Umum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan, melalui konferensi pers resmi, Rabu (4/6) mengungkap bahwa korban diduga mengalami penganiayaan lima anak laki-laki lainnya yang juga masih di bawah umur.
" Peristiwa ini terjadi di kediaman korban yang beralamat di Desa Buluh Rampai, Kecamatan Seberida ", sebut Asep.
Sementara itu Kapolres Indragir Hulu AKBP Fahrian.S.Siregar memaparkan, penyidikan peristiwa ini dimulai setelah pihak berwenang menerima laporan bahwa seorang anak laki-laki telah meninggal dunia secara tidak wajar.
Menurut keterangan dari kedua orang tuanya, sebelum meninggal, korban sempat mengeluh sakit dan sempat dibawa berobat ke tukang urut dan kemudian ke klinik setempat. Namun, kondisinya memburuk hingga akhirnya menghembuskan napas terakhir.
" Sejauh ini kepolisian telah memeriksa sedikitnya 22 saksi, termasuk kedua orang tua korban, dua tukang urut, dua dokter, lima teman sekolah korban, kepala sekolah, serta sejumlah pihak lainnya. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk menyusun rangkaian peristiwa yang menyebabkan kematian korban ", ujar nya.
Sedangkan untuk mengungkap penyebab kematian secara pasti, tim forensik yang dipimpin oleh Dr. Muhammad Tegar Indrayana, Sp.F, melakukan autopsi pada 26 Mei 2025 di RSUD Indrasari Rengat. Hasil autopsi mengungkap temuan penting yang menjadi titik terang kasus ini.
"Kami menemukan memar pada perut kiri, paha, dan resapan darah di jaringan lemak perut. Selain itu, ada kebocoran pada usus bagian kanan yang menunjukkan pecahnya usus buntu (apendiks),” ujar dr. Tegar.
Menurut hasil forensik, penyebab kematian korban diduga infeksi sistemik yang parah akibat pecahnya usus buntu (apendisitis), yang menyebabkan peradangan luas di rongga perut.
Meski demikian, keberadaan luka-luka memar di tubuh korban tetap menjadi perhatian penyidik untuk menelusuri apakah ada unsur kekerasan yang memperparah kondisi medis korban.
Direktur Kriminal Umum Kombes Asep Darmawan menambahkan dan menegaskan bahwa hasil autopsi ini akan digunakan sebagai dasar lanjutan proses penyelidikan, termasuk menggali kemungkinan adanya unsur penganiayaan yang turut mempercepat kematian korban.
" Pihak kepolisian masih mengembangkan kasus ini dengan pendekatan hukum yang sesuai Undang-Undang yang berlaku ", tegas nya.
Kasus ini menjadi pengingat kelam akan pentingnya perlindungan anak dan peran semua pihak dalam mencegah kekerasan domestik maupun kekerasan sebaya yang kerap luput dari pantauan.
( Ocu Ad )
Tulis Komentar