Momentum Harapan dari Tesso Nilo: 712 Hektar Hutan Lindung Kembali ke Pelukan Ibu Pertiwi

Pelalawan,(Riausindo.com) — Cahaya harapan kembali menyinari hutan lindung Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Sebuah langkah besar dalam upaya penyelamatan lingkungan kembali ditorehkan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Republik Indonesia.
Kali ini, total 712 hektar lahan yang selama ini dikuasai secara ilegal telah diserahkan secara sukarela oleh masyarakat dan resmi kembali menjadi bagian dari kawasan konservasi.
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Wakil Komandan Satgas PKH, Brigjen TNI Dodi Triwinarto, dan turut disaksikan para pejabat tinggi dari Forkopimda Riau, Dirjen KSDAE Kementerian LHK, Kejaksaan Tinggi Riau, hingga Kapolda Riau dan Danrem 031/Wira Bima.
Langkah ini dipandang sebagai tonggak penting dalam gerakan reforestasi nasional serta bentuk nyata kolaborasi antara pemerintah, aparat, dan masyarakat.
“Ini adalah kegiatan reforestasi berskala besar kedua yang kami laksanakan. Harapannya menjadi contoh bagi masyarakat lain agar ikut menyerahkan lahan secara sukarela,” ujar Brigjen Dodi dalam pernyataan resminya, Rabu (2/7/2025).
Dari total lahan yang dikembalikan, 401 hektar sebelumnya telah diserahkan oleh tokoh masyarakat Niko Sianipar, dan kini ditambah 311 hektar dari kelompok tani pimpinan Suyadi, warga Desa Segati dan Gondai, Kabupaten Pelalawan.
Yang menarik, penyerahan dilakukan tanpa tekanan, melainkan sebagai bentuk kesadaran kolektif. Suyadi, pemimpin Kelompok Tani Maju, mengaku bahwa keputusan ini diambil dengan penuh tanggung jawab terhadap masa depan lingkungan.
“Kami menyerahkan 311 hektar lahan kepada negara secara sukarela. Di atasnya ada sekitar 40 ribu batang sawit, dan kami sudah mulai melakukan pemusnahan pohon secara bertahap,” ungkap Suyadi.
Pada hari yang sama, sebanyak 13 ribu batang sawit dimusnahkan sebagai bagian dari langkah awal rehabilitasi. Komitmen ini tak hanya sebatas kata. Kelompok tani bertekad untuk mengganti sawit dengan tanaman keras sesuai fungsi hutan konservasi, sebagai bagian dari program reforestasi.
Satgas PKH sendiri tetap mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis dalam setiap upaya penertiban. Penegakan hukum bukan prioritas utama, melainkan jalan terakhir ketika kesadaran tidak tercapai.
“Kami tetap berpegang pada hukum, tapi selama masyarakat bersedia bekerja sama, maka itu adalah solusi terbaik. Pendekatan humanis akan terus kami kedepankan,” tegas Brigjen Dodi.
Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa konflik lahan dan kerusakan lingkungan bisa diselesaikan secara damai dan partisipatif. TNTN yang selama ini tergerus oleh alih fungsi lahan, kini memiliki peluang untuk pulih dan kembali menjadi rumah bagi spesies langka seperti gajah sumatera, yang populasinya terus menurun akibat rusaknya habitat alami.
“Satgas PKH dan Forkopimda Riau tidak punya pilihan selain terus maju. Ini adalah tanggung jawab kita semua untuk menyelamatkan hutan Indonesia. Semoga langkah ini menginspirasi semua pihak,” tutup Brigjen Dodi.
( Ocu Ad )
Tulis Komentar