Dr Andree Armilis : “Jangan jadikan ini drama politik kekuasaan.”

Bersih-Bersih Setengah Hati, Sorotan Publik Menguat Atas Dinonaktifkan 5 Kepala Dinas

Pekanbaru,(Riausindo.com) — Gonjang-ganjing di tubuh birokrasi Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru kembali mencuat ke permukaan. Lima pejabat eselon II, masing-masing dari Dinas Perhubungan (Dishub), Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Dinas PERKIM, dan Dinas PUPR, resmi dinonaktifkan dan digantikan oleh Pelaksana Harian (Plh).

Langkah ini diambil oleh Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, menyusul penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang menyeret mantan Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa. Namun, alih-alih meredam sorotan publik, keputusan tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan para tokoh di Riau.

Pasalnya, sejumlah nama lain yang juga disebut-sebut dalam pusaran kasus tidak ikut dibebastugaska seperti Zulfahmi Adrian (Kasatpol PP kota Pekanbaru), Tengku Ahmed Reza Fahlevi (Sekretaris DLHK), Zulhemi Arifin (Sekda Kota Pekanbaru) ini memunculkan dugaan adanya tindakan tebang pilih dalam proses penegakan disiplin internal.

“Jika dalam satu kasus yang sama hanya sebagian pihak yang dikenai sanksi sementara yang lain tidak, ini memunculkan kecurigaan publik terhadap adanya praktik patronase, perlindungan elit, atau kalkulasi politik,” ungkap Dr. Andree Armilis, sosiolog dan analis strategik, Selasa (27/5/2025).

Ia menegaskan bahwa birokrasi seharusnya menjadi representasi legitimasi negara di tingkat lokal. Oleh karena itu, ketika tindakan korektif dilakukan secara tidak menyeluruh, tanpa transparansi dan akuntabilitas, justru berisiko melahirkan krisis kepercayaan publik.

Penunjukan Pelaksana Harian di lima OPD strategis ini juga dipandang berisiko. Dalam kacamata manajemen strategis, Plh tidak memiliki otoritas penuh untuk membuat keputusan penting, sehingga pelayanan publik bisa saja mengalami stagnasi.

Dr. Andree juga menyoroti bahwa langkah ini seharusnya menjadi bagian dari roadmap pemulihan birokrasi yang menyeluruh, bukan sekadar reaksi jangka pendek untuk meredam tekanan publik.

“Saya mendorong agar dilakukan audit menyeluruh, melibatkan pihak independen, dan hasilnya diumumkan secara terbuka kepada masyarakat. Jika tidak, publik akan menilai ini sebagai ‘politik bersih-bersih’ yang disutradarai, bukan pembenahan yang tulus,” tegasnya.

Kini, bola panas berada di tangan Pemerintah Kota Pekanbaru. Mampukah mereka membalikkan krisis ini menjadi momentum pembenahan, atau justru memperpanjang daftar drama birokrasi yang kehilangan arah?

( Ocu Ad  )



[Ikuti Terus RiauSindo Melalui Sosial Media]