Isu Ancaman Pemecatan Tenaga Honorer Jika Tak Dukung Zukri-Thamrin di Pilkada Pelalawan

Riausindo, PELALAWAN – Nasib tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan kembali menjadi sorotan. Setelah sebelumnya kerap mengeluhkan gaji rendah sebesar Rp1,5 juta per bulan dan isu pemotongan gaji, kini muncul kabar yang lebih mengkhawatirkan: ancaman pemecatan jika tidak mendukung pasangan calon kepala daerah Zukri-Thamrin pada Pilkada Pelalawan.

Mendekati hari pemungutan suara Pilkada Pelalawan pada 27 November 2024, beredar isu bahwa sejumlah tenaga honorer merasa tertekan dan ketakutan. Mereka khawatir akan diberhentikan dari pekerjaan jika tidak memberikan dukungan kepada pasangan calon petahana tersebut.

Salah seorang tenaga honorer berinisial AR (32) yang enggan disebutkan namanya, mengaku menerima pesan bernada ancaman dari seseorang yang diduga bagian dari tim sukses salah satu pasangan calon."Hati-hati saja, jika kalian tenaga honorer tidak mendukung pasangan yang berkuasa hari ini, kalian akan diberhentikan dari status honorer," ujar AR menirukan isi pesan ancaman yang diterimanya.

Ancaman semacam ini tidak hanya membuat para tenaga honorer merasa cemas, tetapi juga mencederai semangat demokrasi yang jujur, adil, dan bebas. Para honorer yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan tersebut merasa tertekan, karena dihadapkan pada pilihan yang sulit antara menjaga hak politik mereka atau mempertahankan pekerjaan.

"Ini tentu tidak adil. Memilih dalam pemilu adalah hak dasar setiap warga negara yang tidak boleh diintervensi atau dipaksa. Ancaman seperti ini jelas melanggar prinsip demokrasi," tambah AR.

Menanggapi isu ini, sejumlah pihak mulai mempertanyakan integritas pelaksanaan Pilkada di Pelalawan. Namun, hingga berita ini diturunkan, Penjabat (PJ) Bupati Pelalawan, Jhon Pinem, belum memberikan tanggapan resmi terkait isu ancaman pemecatan ini.

Masyarakat berharap pemerintah daerah segera memberikan klarifikasi dan memastikan bahwa hak-hak tenaga honorer, terutama hak politik mereka, tetap terlindungi. Jika terbukti benar, praktik seperti ini tidak hanya mencederai demokrasi, tetapi juga melanggar aturan hukum yang berlaku.

Situasi ini menambah keprihatinan publik menjelang Pilkada serentak 2024. Pengawasan yang ketat dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan penegakan hukum yang tegas sangat diperlukan untuk memastikan tidak ada pihak yang menggunakan cara-cara intimidasi demi meraih kemenangan. Pilkada seharusnya menjadi ajang demokrasi yang sehat, bukan ajang untuk menekan dan mengancam rakyat.*** JC
 



[Ikuti Terus RiauSindo Melalui Sosial Media]