Merasa Diperlakukan Tak Adil oleh Satgas PKH, Masyarakat Adat Batin Mudo Gondai Tolak Relokasi TNTN
PELALAWAN,(Riausindo.com) – Masyarakat adat Batin Mudo Gondai menyatakan keberatan keras terhadap kebijakan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dinilai tidak adil dan mengabaikan keberadaan tanah ulayat mereka di lahan eks kebun PT Peputra Supra Jaya (PSJ).
Batin Mudo Gondai, Firmansyah, menegaskan bahwa Satgas PKH tidak mengakui tanah masyarakat adat yang memiliki alas hak dan dokumen kepemilikan sah, meskipun masyarakat tersebut telah hidup turun-temurun di kawasan itu.
“Kami sangat merasa diperlakukan tidak adil. Saudara-saudara kami yang telah merambah kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) justru diberikan solusi berupa relokasi dan kebun sawit siap panen. Sementara kami, masyarakat adat yang telah lama menetap dan memiliki tanah secara sah, seolah-olah tidak diakui keberadaannya,” tegas Firmansyah, Jumat (19/12/2025).
Firmansyah juga mempertanyakan dasar hukum kebijakan tersebut. Ia meminta penjelasan undang-undang, pasal, dan ayat yang menyatakan bahwa perambah atau perusak kawasan taman nasional justru berhak mendapatkan kebun pengganti.
Atas dasar itu, masyarakat adat Batin Mudo Gondai secara tegas menolak penggunaan lahan eks PT PSJ sebagai lokasi relokasi bagi warga dari kawasan TNTN, setidaknya sampai Satgas PKH memberikan perlakuan yang adil dan mengakui hak-hak masyarakat adat.
“Kami menolak relokasi itu sampai kami juga diperlakukan secara adil oleh Satgas PKH,” ujar Firmansyah.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat adat di Pelalawan, bahkan di Riau secara umum, merupakan pihak yang sejak awal mendukung pembentukan dan kerja Satgas PKH.
“Masyarakat adat di Riau adalah yang pertama mendukung Satgas PKH, bukan hanya di Pelalawan,” katanya.
Lebih lanjut, Firmansyah menjelaskan bahwa keberadaan tanah masyarakat adat di dalam kebun PT PSJ bermula dari tawaran kerja sama dengan skema bagi hasil 50:50.
Dalam kesepakatan tersebut, PT PSJ membangun kebun sawit, sementara hasilnya dibagi masing-masing 50 persen untuk perusahaan dan masyarakat pemilik tanah.
Namun, menurut Firmansyah, hingga kini PT PSJ tidak pernah memenuhi kewajibannya dengan mengembalikan hak 50 persen milik masyarakat adat.
“Tanah itu milik masyarakat adat kami. Tapi sampai sekarang, hak masyarakat tidak pernah diberikan oleh PT PSJ,” ungkapnya.
Harapan masyarakat adat untuk memperoleh kembali hak-haknya sempat muncul setelah Satgas PKH menyita kebun PT PSJ. Seluruh dokumen kepemilikan tanah telah disampaikan kepada Satgas PKH.
Namun, pengakuan yang diharapkan tak kunjung datang.
“Kami sudah melaporkan semuanya lengkap dengan dokumen, tetapi Satgas PKH tidak mau mengakuinya. Ini sangat mengecewakan kami,” tegas Firmansyah.
Sejak Satgas PKH mulai beroperasi di Kabupaten Pelalawan, salah seorang Wazir Kerajaan Pelalawan, Datuk Engku Lela Putra Wan Ahmad, telah mengeluarkan tiga maklumat penting.
Pertama, mendukung penuh pengembalian fungsi konservasi flora dan fauna di kawasan TNTN melalui penegakan hukum oleh Satgas PKH.
Kedua, mendukung kebijakan relokasi terhadap para pelaku alih fungsi kawasan hutan TNTN guna mengembalikan kawasan tersebut sebagai hutan konservasi.
Ketiga, menolak secara tegas penggunaan tanah ulayat Kerajaan Pelalawan sebagai lokasi relokasi bagi para pelaku alih fungsi kawasan TNTN. ***
( Red )