Masyarakat Kuansing Apresiasi Petisi Perang PETI, Pakar: Akar Masalah di Hulu Sungai Sumbar

Jumat, 05 September 2025 - 18:58:00 WIB

Kuansing – Masyarakat Kuantan Singingi (Kuansing) mengapresiasi langkah nyata Lembaga Adat Nagori (LAN) Kuansing dan Ikatan Keluarga Kuantan Singingi (IKKS) Pekanbaru yang mendeklarasikan serta mengeluarkan petisi perang terhadap aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI).

Namun, upaya tersebut dinilai belum cukup. Pasalnya, meski deklarasi dan himbauan telah digaungkan, aktivitas tambang ilegal yang merusak lingkungan Sungai Kuantan tidak akan berhenti tanpa langkah nyata di lapangan.

Akar persoalan kerusakan Sungai Kuantan justru berada di wilayah hulu, tepatnya di Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, pada aliran Sungai Palangki dan Ombilin. Aktivitas PETI di wilayah itu disebut telah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi penyebab utama keruhnya Sungai Kuantan.

Hal ini terungkap setelah Polda Riau melakukan operasi besar-besaran menertibkan PETI di Kuansing menjelang helat budaya Pacu Jalur. Meski tambang ilegal di wilayah Kuansing sudah benar-benar nihil, kondisi Sungai Kuantan tetap keruh. Penelusuran citra satelit menunjukkan aktivitas PETI masih marak di Sijunjung.

Ketua Walhi Sumbar, Wingki Purwanto, bahkan menyebut terdapat sekitar 116 titik tambang ilegal di Sijunjung yang beroperasi bebas tanpa tersentuh hukum, sebagaimana diungkapnya melalui siaran langsung di Padang TV.

Saran Pakar: Bentuk Satgas Bersama Dua Polda

Menanggapi kondisi ini, pakar lingkungan Dr. Elviariadi, M.Si menyarankan Pemkab Kuansing segera menjalin kerja sama dengan Polda Riau dan Polda Sumbar untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penertiban PETI.

“Pemkab Kuansing bersama Polda Riau dan Polda Sumbar harus segera membentuk satgas dengan melibatkan stakeholder terkait, mulai dari ninik mamak, Dinas Lingkungan Hidup, BP DAS Kementerian Kehutanan, hingga Dinas PUPR yang membidangi sungai,” ujar Dr. Elviariadi, Jumat (5/9/2025).

Menurutnya, satgas ini harus bekerja maksimal dan menyasar pemodal besar yang berada di balik jaringan tambang ilegal. “Satgas harus di-brainwash agar bekerja serius dan tulus ikhlas, sampai ke akar masalah. Polda Sumbar harus diketuk hatinya,” tegasnya.

Ia menilai aktivitas PETI merupakan kejahatan terorganisir, seperti halnya mafia tanah. “Kalau tidak ada langkah permanen dan terstruktur, para cukong akan terus bermain. Perlu langkah extraordinary,” tambahnya.

Elviariadi bahkan menyarankan agar dipasang baliho besar di titik strategis untuk menggugah kesadaran publik. “Tulis dengan jelas: Perangi Penjahat PETI. Hukum Adat dan KUHP Menanti,” katanya.

Selain itu, ia meminta Pemkab Kuansing menyurati Pemkab Sijunjung agar segera menghentikan PETI di hulu Sungai Kuantan, tepatnya di aliran Ombilin dan Palangki.

Menurutnya, sesuai UU No. 32 Tahun 2009, Daerah Aliran Sungai (DAS) Kuantan dan Sumbar masuk dalam satu ekoregion sehingga tanggung jawab penanganan kerusakan lingkungan bisa dilakukan bersama.

“Jika pembiaran terus terjadi, pelaku bisa dijerat pidana perusakan lingkungan. Untuk kewenangan, memang ada di DLHK Provinsi, DLH Kabupaten, hingga Kementerian LHK. Namun sebenarnya cukup dilakukan di daerah, asalkan serius,” pungkasnya.*** Rls