Dorong Penertiban Sawit Ilegal, Lindungi Petani Kecil dan Prioritaskan Putra Daerah

JAKARTA — Jaringan Nasional (Jarnas) For Prabowo–Gibran menyatakan dukungan penuh terhadap kebijakan Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pengembalian Aset Negara. Ketua Umum Jarnas, H. Nasaruddin, SH, MH, kepada media pada Jumat, 31 Juli 2025, menyampaikan bahwa implementasi Perpres ini sangat penting sebagai langkah korektif dalam penataan ulang lahan-lahan perkebunan sawit ilegal di Indonesia, khususnya di Provinsi Riau.
Berdasarkan data yang dihimpun ditemukan bahwa sekitar 2,2 juta hektare lahan sawit di Riau tidak memiliki izin resmi. Dari angka tersebut, sekitar 1,8 juta hektare berada di dalam kawasan hutan di Provinsi Riau. Sementara sisanya tersebar di lahan Areal Penggunaan Lain (APL) yang juga tidak mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) maupun Hak Guna Usaha (HGU).
“Kondisi ini menjadikan Riau sebagai provinsi dengan persoalan sawit ilegal terbesar di Indonesia,” tegas Nasaruddin.
Sebagai langkah penertiban dan pengelolaan kembali aset negara, Jarnas For Prabowo–Gibran menyatakan dukungan terhadap PT Agrinas Palma Nusantara, sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat untuk mengelola lahan sitaan negara.
Namun demikian, Nasaruddin menegaskan bahwa penanganan lahan harus dilakukan secara adil dan proporsional. Ia meminta kepada Satgas Pengembalian Kawasan Hutan (PKH) untuk tetap melindungi petani kecil agar tidak menjadi korban atas ketidaktegasan negara selama ini, bahkan jika perlu, Petani kecil harus di lindungi dengan cara masukan bagian dari kelompok koperasi merah putih untuk mengelola kebunya sendiri
Penanganannya harus melalui pendekatan dialog dan koordinasi dengan tokoh masyarakat serta RT/RW setempat agar tidak menimbulkan gejolak sosial.
Sebaliknya, terhadap lahan yang dikuasai oleh cukong atau pengusaha besar tanpa izin, Jarnas menuntut ketegasan pemerintah agar lahan tersebut disita dan dikelola langsung oleh Agrinas. “Jangan sampai pelaku-pelaku lama yang telah mengambil keuntungan secara ilegal justru kembali dilibatkan dalam pengelolaan lahan,” tegas Nasaruddin.
Jarnas For Prabowo–Gibran juga memberikan sejumlah rekomendasi tegas kepada Dirut PT Agrinas dalam pelaksanaan skema Kerja Sama Operasi (KSO) agar tidak menjadi celah baru bagi praktik mafia dan korupsi:
Tenaga kerja lokal harus diutamakan, minimal 60 persen berasal dari masyarakat setempat.
Calon mitra KSO harus benar-benar berasal dari masyarakat tempatan, seperti koperasi, kelompok tani, dan perusahaan daerah yang jelas dan kredibel.
Dirut Agrinas diminta untuk memanggil seluruh calon KSO agar proses seleksi berlangsung transparan dan tidak “membeli kucing dalam karung”.
Menolak keterlibatan GAPKI dan perusahaan-perusahaan lama yang terlibat dalam pengelolaan lahan ilegal sebelumnya.
Menolak keterlibatan cukong dan mafia tanah yang mencoba menyusup melalui koperasi atau perusahaan mitra.
Selain itu, Jarnas meminta DPR RI Komisi VI mengawasi kinerja BUMN PT.AGRINAS PALMA NUSANTARA bahkan juga turut melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh proses pelaksanaan KSO Agrinas, demi menjamin pengelolaan aset negara yang bersih dan profesional.
Menurut Nasaruddin, apabila Agrinas dapat menjalankan mandatnya secara optimal dan bebas dari intervensi kelompok berkepentingan, maka potensi pendapatan negara dari lahan-lahan tersebut bisa mencapai ribuan triliun per tahunnya .
“Jarnas For Prabowo–Gibran akan terus mengawal pelaksanaan Perpres 05/2025. Ini bukan hanya soal pengembalian aset negara, tetapi juga soal kedaulatan negara atas sumber daya alam serta pemberdayaan masyarakat lokal secara adil dan berkelanjutan,” tutup Nasaruddin. *** SG