Notaris Ngamuk di Kantor Bapenda Pekanbaru Diduga BPHTB Dipersulit, Profesi Dilecehkan

PEKANBARU – Suasana di kantor Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru sempat memanas pada Jumat (20/6/2025).
Seorang notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), berinisial WN, meluapkan kekesalan terhadap lambannya pelayanan pengurusan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Tak hanya soal pelayanan, WN juga menyoroti sikap tak pantas dari salah satu petugas yang dianggap melecehkan profesi notaris.
Dikutip dari media horizontallink.id, menurut WN, proses BPHTB yang seharusnya cepat justru berlarut-larut tanpa alasan yang jelas.
“Baru setelah saya marah-marah, berkas klien saya diproses. Ini bukan prosedur, ini pelecehan administratif,” ucapnya geram saat diwawancarai.
WN menyebut bahwa sejak pergantian kepemimpinan di tubuh Bapenda, pelayanan semakin kacau. Tim baru yang menangani BPHTB dinilai tidak memahami teknis dan malah diisi oleh pegawai yang bukan berlatar belakang perpajakan atau pertanahan.
“Bayangkan, yang urus sekarang malah eks kasubid reklame dan Kasubag TU. Hasilnya? Layanan makin semrawut. Lebih parahnya lagi, kami dituduh mengurangi nilai transaksi dalam akta. Padahal acuan nilai itu dari mereka sendiri: NJOP dan ZNT,” kata WN.
Namun yang paling menyakitkan, lanjutnya, adalah pernyataan salah satu petugas, berinisial A, yang terang-terangan menyebut bahwa “notaris biasa berbohong.” Kalimat itu dianggap WN sebagai bentuk penghinaan terhadap profesi dan integritasnya sebagai pejabat publik.
“Ucapan itu melecehkan kami. Kami ini pejabat yang bekerja berdasarkan hukum, bukan calo. Kalau aparatur sendiri sudah tidak percaya, bagaimana pelayanan bisa berjalan dengan adil?” tegasnya.
Tak hanya itu, upaya sejumlah notaris untuk berdialog dengan Kepala Bapenda juga berujung kekecewaan. Mereka berjam-jam menunggu di kantor, namun selalu dihalangi dengan alasan Kepala Bapenda sedang menerima tamu.
“Tapi waktu kami cek, ruangannya kosong. Seolah-olah kami ini musuh, bukan mitra. Padahal kami bekerja untuk mendorong PAD juga,” ungkapnya.
Setelah protes keras dari para notaris dan desakan publik, sistem pelayanan BPHTB akhirnya dikembalikan ke format lama yang dinilai lebih cepat dan efisien.
“Alhamdulillah, sekarang kembali ke sistem lama. Kalau terus pakai sistem baru yang nggak jelas, PAD Pekanbaru bisa jebol,” ujarnya.
Menanggapi sorotan tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bapenda Pekanbaru, Tengku Denny Muharpan, mengakui adanya kendala teknis, khususnya dalam proses penilaian Zona Nilai Tanah (ZNT).
“Kami sudah terima banyak aduan dari notaris dan PPAT. Saat ini kami sedang memverifikasi masalahnya dan akan evaluasi pihak-pihak yang terlibat,” ujar Denny.
Namun ia juga menekankan pentingnya kejujuran dalam pelaporan nilai transaksi.
“Ada laporan transaksi senilai Rp1 miliar, tapi yang dilaporkan cuma Rp500 juta. Kami wajib verifikasi agar pajaknya sesuai. Kalau jujur, prosesnya bisa sangat cepat,” jelasnya.
Pernyataan ini justru membuka persoalan lain yaitu ketidakpercayaan sistemik antara Bapenda dan mitra profesionalnya.
Jika tidak dikelola dengan baik, hal ini bisa memicu disharmoni antara pemerintah dan stakeholder yang seharusnya saling mendukung demi peningkatan pendapatan daerah.
( Ocu Ad )